
Dengan di balut rasa penasaran yang begitu mendalam, kami mencoba menelusuri sekali lagi jalan yang gelap itu. Sama halnya dengan penelusuran pertama tadi, kami hanya menemukan sekumpulan siluman wanita yang sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, luar maupun dalam. Sebenarnya ada kepuasan tersendiri bagi kita yang melihat hal-hal seperti itu, gue sempat berpikir sebegitu susahnya mereka harus berjuang untuk mempertahankan hidup demi mendapatkan selembar nasi dan sesuap uang. Sebenarnya ini juga bukan ingin mereka, tapi keadaanlah yang membuat mereka jadi seperti ini (sok tau banget ya gue)
Tak terasa kami telah pergi meninggalkan ‘bencong park’, yang ada di dalam pikiran gue saat itu adalah bagaimana raut wajah om-om mesum yang biasa ‘jajan’ disitu. Katanya Dasty, kalau om-omnya itu kebetulan lagi punya duit banyak mereka menyewa cewe original, tapi kalau sedang tidak memiliki duit banyak mereka biasa memakai jasa para siluman wanita tadi. Soalnya harga yang ditawarkan para siluman wanita jauh lebih murah di bandingkan dengan cewe original.
“kemana habis ini das?” tanya Zainul kepada dasty.
“emmh, daerah plaza 21 kah? Disitu banyak cewe original nya.”
“oke-oke aja kita ni. Cewenya masih muda-muda semua lah das?” tanya Zainul (lagi)
“haha, TUHA SEMUA nul aii, tapi coba aja dulu kita liat-liat”
“OKE !!”jawab Zainul dengan wajah yang berseri-seri seperti setelah memakai produk kecantikan.
Sepertinya halnya anak-anak kelahiran tahun sembilan puluh empat, Zainul seringkali bertanya banyak pada Dasty mengenai kehidupan malam di Samarinda, mulai dari keberadaan ‘Gang Tikus’ lah sampai keberadaan tempat-tempat yang biasa di pakai para lelaki gak tau diri untuk meng-eksekusi jajanannya.
Tak terasa kami pun telah berada di daerah Plaza 21. Dari kejauhan telah nampak para wanita-wanita berpakaian minim+norak yang siap untuk menjajakan dirinya kepada om-om gak tau diri. Tiba-tiba muncul lah ide dari Dasty untuk memakai jasa salah satu dari mereka dengan urunan duit seribu-seribu, tapi apa daya, hanya tiga ribu rupiah saja yang dapat terkumpulkan saat itu (karena gue gak punya duit, jadinya gue gak ikut urunan deh), akhirnya ide itu pun tak jadi kami laksanakan. Tiga puluh menit sudah kita mengitari daerah itu, yang terlihat adalah wanita-wanita yang sudah hampir berumur mengenakan pakaian seksoy abieeezz dengan dandanan yang menor abieeeezz (juga) terlihat sedang berdiri menunggu para relawan. Tak jarang juga terlihat om-om gak tau diri yang sedang berada di daerah tersebut, entah apa yang mereka lakukan, kami tak tau. Waktu itu sempat sih terlihat wanita yang mencoba mengikuti ni mobil, soalnya saat itu mobil berjalan sangat perlahan. Mungkin ia mengira kita ini adalah sekumpulan pemuda yang sedang ingin berbuat dosa bersama mereka. Hadeeh, -.- Astaghfirullah al adzim.
Tujuan berikutnya adalah ‘BUNDARAN ARJUNA’, kenapa dinamakan demikian. Jadi gini, waktu jaman jaman-jamannya SD, gue seringkali main ejek-ejekan dengan teman dengan berkata : “HALAAH, MANGKAL SUDAH SANA DI BELAKANG KANTOR GUBERNUR NANTI MALAM !”. Ya, inilah tempat yang dimaksudkan. Tempatnya para Siluman Wanita mangkal seraya menunggu om-om mesum untuk datang menjemput. Ketika mulai memasuki daerah tersebut, aura-aura girang telah merasuki diri kami. Sepertinya halnya makhluk gaib, makhluk yang satu ini juga dapat mengirimkan sinyal-sinyal yang dapat membuat bulu kaki kami berdiri. Tak lama kemudian, dari kejauhan kami telah melihat sekelompok orang dengan pakaian yang seksoy dengan rambut terurai panjang bergelombang. Gue pun mencoba membuka kaca mobil sebelah kiri untuk melihat jelas para siluman wanita itu. Alhasil mata kami semua dapat melihat dengan jelas bagaimana bentuk dan rupawan pria berpenampilan wanita itu. Angga sengaja memang menyupir mobil dengan lambat, agar kami semua dapat menikmati pemandangan girang itu. Di sekitaran daerah itu masih terdapat banyak rakyat jelata yang bebas berkeliaran jalan kaki,mungkin mereka sudah terbiasa dengan hadirnya siluman wanita ini.
Hanya di sekitaran sini sajalah kami dapat melihat para siluman wanita, bencong bundaran arjuna ini hanya terkumpul di satu tempat dan tidak menyebar-nyebar seperti di daerah vorvo. Malam pun semakin larut, di dukung oleh langit yang terlihat mendung, kami memutuskan untuk segera mengakhiri petualangan malam ini. Tapi, secara tidak sengaja tanpa ada rekayasa skenario sedikitpun, kami berpapasan dengan mobil SATPOL PP yang kelihatannya siap untuk menangkap bencong-bencong di tempat tadi. Dengan lewat jalur jalan berbeda yang tentunya kami perkirakan nyampe duluan dari pada satpol pp, kami pun kembali ke tempat para bencong tadi berada untuk menyaksikan kehebohan apa yang akan terjadi. Mobil emang sengaja kita berhentiin agak jauh dari lokasi kejadian, dengan maksud agar bencong tidak sembunyi di dalam ni mobil. Dari kejauhan terlihat siluman-siluman wanita ini masih duduk adem anyem tanpa ada kecurigaan sedikitpun. Empat belas detik telah lewat, dari kejauhan kami melihat para siluman wanita ini mulai terhambur panik, ada yang lari ke lapangan bola yang sangat gelap dan becek (kebetulan tempat ini dekat sekali dengan lapangan bola), ada yang sembunyi di balik gerobak, ada juga yang terlihat sedang pura-pura membeli sesuatu di dekat orang berjualan makanan, tapi ada juga yang terlihat pasrah saja dirinya di tangkap. Kami di dalam mobil hanya bisa menyaksikan dari kejauhan atas apa yang terjadi, para petugas satpol pp yang mencoba mengejar tersangka yang berhasil menghilang bagaikan jin bencong di tengah rerumputan lapangan bola dan adu mulut yang di lakukan oleh siluman wanita dengan satpol pp.
Sekitar 16 menit kami menyaksikan secara langsung kejadian langka ini dan akhirnya memutuskan untuk pergi pulang menuju rumah Angga. Sebelum pulang, gue pun mengecek dulu di jok belakang mobil, siapa tau ada satu atau lebih siluman wanita yang numpang sembunyi. Ketika dalam perjalanan pulang, langit sudah terlihat sangat tidak berteman, hujan pun turun memecah kesunyian malam, gemuruh suara angin juga membuat suasana malam itu sungguh mencekam, pemandangan di luar mobil terlihat seperti sebuah kota mati yang tak berpenghuni, tak ada satu kendaraan pun melintas di jalan pada waktu itu. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah rumah, yang tidak lain adalah rumah dari pemilik mobil, Angga. Sungguh malam yang sangat mengasyikkan bersama teman-teman satu pemikiran.

