Sabtu, 19 Juni 2010

Pesona Malam Kota Tepian Part III (HABIS)



Dengan di balut rasa penasaran yang begitu mendalam, kami mencoba menelusuri sekali lagi jalan yang gelap itu. Sama halnya dengan penelusuran pertama tadi, kami hanya menemukan sekumpulan siluman wanita yang sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, luar maupun dalam. Sebenarnya ada kepuasan tersendiri bagi kita yang melihat hal-hal seperti itu, gue sempat berpikir sebegitu susahnya mereka harus berjuang untuk mempertahankan hidup demi mendapatkan selembar nasi dan sesuap uang. Sebenarnya ini juga bukan ingin mereka, tapi keadaanlah yang membuat mereka jadi seperti ini (sok tau banget ya gue)

Tak terasa kami telah pergi meninggalkan ‘bencong park’, yang ada di dalam pikiran gue saat itu adalah bagaimana raut wajah om-om mesum yang biasa ‘jajan’ disitu. Katanya Dasty, kalau om-omnya itu kebetulan lagi punya duit banyak mereka menyewa cewe original, tapi kalau sedang tidak memiliki duit banyak mereka biasa memakai jasa para siluman wanita tadi. Soalnya harga yang ditawarkan para siluman wanita jauh lebih murah di bandingkan dengan cewe original.

“kemana habis ini das?” tanya Zainul kepada dasty.
“emmh, daerah plaza 21 kah? Disitu banyak cewe original nya.”
“oke-oke aja kita ni. Cewenya masih muda-muda semua lah das?” tanya Zainul (lagi)
“haha, TUHA SEMUA nul aii, tapi coba aja dulu kita liat-liat”
“OKE !!”jawab Zainul dengan wajah yang berseri-seri seperti setelah memakai produk kecantikan.

Sepertinya halnya anak-anak kelahiran tahun sembilan puluh empat, Zainul seringkali bertanya banyak pada Dasty mengenai kehidupan malam di Samarinda, mulai dari keberadaan ‘Gang Tikus’ lah sampai keberadaan tempat-tempat yang biasa di pakai para lelaki gak tau diri untuk meng-eksekusi jajanannya.

Tak terasa kami pun telah berada di daerah Plaza 21. Dari kejauhan telah nampak para wanita-wanita berpakaian minim+norak yang siap untuk menjajakan dirinya kepada om-om gak tau diri. Tiba-tiba muncul lah ide dari Dasty untuk memakai jasa salah satu dari mereka dengan urunan duit seribu-seribu, tapi apa daya, hanya tiga ribu rupiah saja yang dapat terkumpulkan saat itu (karena gue gak punya duit, jadinya gue gak ikut urunan deh), akhirnya ide itu pun tak jadi kami laksanakan. Tiga puluh menit sudah kita mengitari daerah itu, yang terlihat adalah wanita-wanita yang sudah hampir berumur mengenakan pakaian seksoy abieeezz dengan dandanan yang menor abieeeezz (juga) terlihat sedang berdiri menunggu para relawan. Tak jarang juga terlihat om-om gak tau diri yang sedang berada di daerah tersebut, entah apa yang mereka lakukan, kami tak tau. Waktu itu sempat sih terlihat wanita yang mencoba mengikuti ni mobil, soalnya saat itu mobil berjalan sangat perlahan. Mungkin ia mengira kita ini adalah sekumpulan pemuda yang sedang ingin berbuat dosa bersama mereka. Hadeeh, -.- Astaghfirullah al adzim.

Tujuan berikutnya adalah ‘BUNDARAN ARJUNA’, kenapa dinamakan demikian. Jadi gini, waktu jaman jaman-jamannya SD, gue seringkali main ejek-ejekan dengan teman dengan berkata : “HALAAH, MANGKAL SUDAH SANA DI BELAKANG KANTOR GUBERNUR NANTI MALAM !”. Ya, inilah tempat yang dimaksudkan. Tempatnya para Siluman Wanita mangkal seraya menunggu om-om mesum untuk datang menjemput. Ketika mulai memasuki daerah tersebut, aura-aura girang telah merasuki diri kami. Sepertinya halnya makhluk gaib, makhluk yang satu ini juga dapat mengirimkan sinyal-sinyal yang dapat membuat bulu kaki kami berdiri. Tak lama kemudian, dari kejauhan kami telah melihat sekelompok orang dengan pakaian yang seksoy dengan rambut terurai panjang bergelombang. Gue pun mencoba membuka kaca mobil sebelah kiri untuk melihat jelas para siluman wanita itu. Alhasil mata kami semua dapat melihat dengan jelas bagaimana bentuk dan rupawan pria berpenampilan wanita itu. Angga sengaja memang menyupir mobil dengan lambat, agar kami semua dapat menikmati pemandangan girang itu. Di sekitaran daerah itu masih terdapat banyak rakyat jelata yang bebas berkeliaran jalan kaki,mungkin mereka sudah terbiasa dengan hadirnya siluman wanita ini.

Hanya di sekitaran sini sajalah kami dapat melihat para siluman wanita, bencong bundaran arjuna ini hanya terkumpul di satu tempat dan tidak menyebar-nyebar seperti di daerah vorvo. Malam pun semakin larut, di dukung oleh langit yang terlihat mendung, kami memutuskan untuk segera mengakhiri petualangan malam ini. Tapi, secara tidak sengaja tanpa ada rekayasa skenario sedikitpun, kami berpapasan dengan mobil SATPOL PP yang kelihatannya siap untuk menangkap bencong-bencong di tempat tadi. Dengan lewat jalur jalan berbeda yang tentunya kami perkirakan nyampe duluan dari pada satpol pp, kami pun kembali ke tempat para bencong tadi berada untuk menyaksikan kehebohan apa yang akan terjadi. Mobil emang sengaja kita berhentiin agak jauh dari lokasi kejadian, dengan maksud agar bencong tidak sembunyi di dalam ni mobil. Dari kejauhan terlihat siluman-siluman wanita ini masih duduk adem anyem tanpa ada kecurigaan sedikitpun. Empat belas detik telah lewat, dari kejauhan kami melihat para siluman wanita ini mulai terhambur panik, ada yang lari ke lapangan bola yang sangat gelap dan becek (kebetulan tempat ini dekat sekali dengan lapangan bola), ada yang sembunyi di balik gerobak, ada juga yang terlihat sedang pura-pura membeli sesuatu di dekat orang berjualan makanan, tapi ada juga yang terlihat pasrah saja dirinya di tangkap. Kami di dalam mobil hanya bisa menyaksikan dari kejauhan atas apa yang terjadi, para petugas satpol pp yang mencoba mengejar tersangka yang berhasil menghilang bagaikan jin bencong di tengah rerumputan lapangan bola dan adu mulut yang di lakukan oleh siluman wanita dengan satpol pp.
Sekitar 16 menit kami menyaksikan secara langsung kejadian langka ini dan akhirnya memutuskan untuk pergi pulang menuju rumah Angga. Sebelum pulang, gue pun mengecek dulu di jok belakang mobil, siapa tau ada satu atau lebih siluman wanita yang numpang sembunyi. Ketika dalam perjalanan pulang, langit sudah terlihat sangat tidak berteman, hujan pun turun memecah kesunyian malam, gemuruh suara angin juga membuat suasana malam itu sungguh mencekam, pemandangan di luar mobil terlihat seperti sebuah kota mati yang tak berpenghuni, tak ada satu kendaraan pun melintas di jalan pada waktu itu. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah rumah, yang tidak lain adalah rumah dari pemilik mobil, Angga. Sungguh malam yang sangat mengasyikkan bersama teman-teman satu pemikiran.

Kamis, 03 Juni 2010

Pesona Malam Kota Tepian Part II


Dasty yang emang memiliki pengetahuan luas tentang dunia malam di Samarinda tentu sangat membantu dalam hal ini, ia memberi tahu kami tempat-tempat dimana para Bencong itu biasa mangkal. Tujuan pertama yaitu daerah belakang vorvo depan Mall Lembuswana.

Daerah ini emang terkenal dengan “bencong park”, selain karena gelap, tempat ini emang sangat strategis untuk mencari pelanggan. Gue pun teringat akan kejadian beberapa bulan lalu bersama teman gue, Dayat. Pulang dari latihan band kami berbencongan (eh berboncengan) naik motor, niatnya sih gue mau nganter dia ke kosan-nya (biasa anak kos) dan kebetulan kosan-nya berada di sekitaran vorvo alias “bencong park” dan kebetulan lagi jalanan pada waktu itu udah sepi banget alias udah hampir larut malam, tejadilah obrolan singkat antara gue dan bencong, eh Dayat ding.

Gue : “jam berapa ini yat?” (sambil mengendarai motor)
Dayat : “gak tau, bentar dulu gue liat di hape” (sambil gue bencong (eh bonceng))
Gue : (diam sejenak, sesekali mengucik mata)
Dayat : “jam SETENGAH DUA BELAS de” (ngomong dengan lempengnya)
Gue : “oh” (gue gak sadar kalau jam segitu adalah bencong time)
Tak lama kemudian kami telah memasuki daerah vorvo
Dayat : “De’, biasanya jam segini banyak bencong eh di sini” (ngomong dengan lempengnya (lagi))
Gue : “ia kah Yat?” (perasaan gue mulai gak enak)
Selang waktu 4 detik gue ngomong, Dayat berteriak keras kepada gue
Dayat : “ASTAGHFIRULLAH!! ITU NAH DE ADA BENCONG ARAH JAM 3 ! PAKE TANKTOP PUTIH LAGI
(sambil menggoyang-goyangkan badan gue)
Gue : “mana yat? Mana?” (nengok ke kanan kiri sambil mengurangi laju motor)
Dayat : “ITU NAH, ITU NAH DE’ DI DEKAT POHON!!”


Belum sempat gue melihat bencong yang di tunjukkan oleh dayat, tepat di depan pinggir jalan gue melihat sesosok manusia berambut panjang, berbadan kekar, ber-tanktop biru, dan bawahannnya terlihat samar-samar karena gelap. Oh My Goat! Dayat pun berteriak kencang dan menyuruh gue untuk segera ngebut meninggalkan tempat itu. Tapi gue malah terpesona dengan manusia ber-tanktop biru itu, gue langsung turun dan mengajak kenalan tu bencong. Ternyata namanya Tince, kami pun tukaran nomor hape. Ya gak lah! Gila aja!
Alhasil gue langsung ngebut tanpa menghiraukan lubang-lubang di jalan dan segera meninggalkan daerah rawan tersebut. Akhirnya Dayat pun gak jadi pulang karena kami masih sama-sama trauma saat itu, ya gue ajak aja dia nginap di rumah gue. Hadeeh, -.- saat tidur pun kami sama-sama di mimpiin sama tu bencong.

Oke lanjut ke cerita inti.

“Setelah lampu merah ini pelan-pelan aja ngga” ucap Dasty kepada Angga yang sedang asik
menyupir. Anggukan kepala Angga mengisyaratkan setuju dengan ucapan Dasty. Suasana kota Samarinda malam itu terlihat sangat sepi, jarang sekali terlihat kendaraan roda 2 atau roda 4 melintas di sekitaran simpang empat ini, padahal daerah ini sangat ramai sekali dengan kendaran-kendaraan bila siang hari datang. Tak terasa tiba-tiba kami telah berada di daerah rawan tersebut. Mata kami pun sudah mulai mencari-cari keberadaan mereka. Dalam hitungan detik, mata kami telah tertuju pada seorang wanita cantik. Sumpah, ni cwe benar-benar cantik. Dengan memakai celana jeans biru panjang dan baju kaos ketat berwarna kuning sehingga membentuk tubuhnya yang seksoy itu, ia berdiri tepat di samping kiri mobil kami yang sedang melintas pelan. Tapi ada yang aneh dengan wanita itu, kenapa tangan dan kakinya begitu besar layaknya seorang pria, ngapain juga coba wanita tengah malam gini keliaran di pinggir jalan. Pikiran kami pun mulai sedikit berubah ketika dasty mengatakan kalau wanita itu bukan lah wanita utuh, melainkan seorang pria yang berpakaian layaknya wanita. Bagaimana mungkin wanita cantik seperti itu di katakan sebagai bencong. Kami yang masih belum percaya dengan kebenaran itu mulai penasaran ada apa lagi di dalam jalan yang gelap itu. Dengan kesepakatan awal, kami pun menelusuri jalan itu. Lampu dari mobil Angga menerangi ruas-ruas jalan sekitar, hingga lampu menangkap sesosok wanita (lagi) berpakaian serba hitam. Mobil pun mulai semakin mendekati wanita itu, dan ternyata apa? Wajah yang di penuhi oleh make up dan gumpalan kain yang berada di balik pakaian dalamnya itu membuktikan kalau wanita ini adalah wanita imitasi, alias BeNCONG. Tatapan matanya begitu dalam hingga dapat menembus kaca mobil, seolah-olah kami ini adalah sekumpulan pemuda yang siap untuk ia cumbui.

“habis ini, belok kanan ngga” kata dasty. Belum sempat mobil berbelok arah, tepat di belokan itu mata kami di kagetkan oleh beberapa siluman wanita lagi, kali bukan hanya satu melainkan ada sekitar empat sampai lima orang. Ternyata salah satu dari mereka adalah wanita cantik yang ada di depan jalan tadi. Kami kira ia adalah wanita seutuhnya, tapi ternyata itu hanyalah tipuan belaka. Benar apa yang di katakan oleh dasty, hancur sudah hasrat gue untuk menimang dia sebagai pendamping hidup, padahal parasnya begitu cantik tapi apa boleh buat ia hanyalah seorang pria di balut oleh gumpalan kain.

Kami pun mulai meninggalkan daerah itu, tapi Angga yang masih penasaran dengan siluman-siluman wanita tadi, mengajak kami untuk melintas sekali lagi di jalan gelap itu. Mungkin Angga tertarik dengan salah satu dari siluman wanita tadi, gue sih udah menyarankan Angga untuk mencari wanita seutuhnya bukannya wanita imitasi seperti yang kami lihat tadi, tapi Angga tetap bersikeras dengan pendiriannya. Ya apa boleh buat, untuk menyenangkan hati teman, kami ber tiga pun menyetujui rencana itu.

to be continued..

Minggu, 30 Mei 2010

Pesona Malam Kota Tepian Part I




Malam itu sehabis acara Gelar Seni sekolah kami, kira-kira pukul 23.05 kami baru saja meninggalkan Ruangan Bola atau biasa disebut dengan BallRoom Hotel Senyiur Samarinda. Acara ‘kecil-kecilan’ ini emang rutin tiap tahun diadakan oleh sekolah kami untuk memberikan penghormatan terakhir bagi murid-murid kelas 3 yang telah lulus, dengan mendatangkan artis-artis ternama, sebut saja Donita, Andhika Pratama, Rini Idol, hingga artis yang kata teman-teman gue nih wajahnya mirip gitu deh dengan wajah gue, PETRA SIHOMBING. Hahaha, (tertawa mesum). Gue sih biasa aja di bilangin mirip gitu, soalnya gue udah tau teman-teman gue itu matanya pada katarak semua. Oke, back to topick. Jadi waktu itu gue dan teman-teman gue pada kelaparan dan berencana untuk pergi mencari makan. Dengan menggunakan mobil Angga, kami ber-4 meluncur menelusuri kota Samarinda mencari tempat makan yang pas dengan harga kantong kami. Sebenarnya waktu itu gue gak bawa duit sepeserpun dan berharap salah satu dari teman gue itu ada yang berbaik hati untuk membayarkan. Alhasil setelah muter-muter keliling kota akhirnya kami menemukan tempat makan yang pas, sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan. Tapi apa?? Tapii...., kamu kok selingkuh. Looh!!. Tapi ternyata tempat itu telah di penuhi dengan teman-teman seangkatan kami juga, dengan tampannya gue pun menyarankan untuk mencari tempat makan yang lain. Waktu itu temen gue satunya, Benny membawa mobil sendiri, jadinya ya kita suruh aja dia ngikuti mobil kita, kaya di acara-acara tv itu looh.

Pandala : “Pak pak!! tolong ikutin mobil itu”.
Supir : “Baik non”.
..Sesampainya di suatu CAFE tiiiiit (di sensor)..
Manda : “Wah, ternyata emang bener kan dugaan gue, pak Ibram itu seorang GAY, coba liat tuh, apaan itu ciuman sama cowok, hiiih”
Client : “ iya mbak, saya juga emang udah curiga dari dulu sama Mas Ibram” hiks hiks (sambil nangis di pelukan Manda)”.

#termeletmelet

Kalau orang awam nonton tu acara pasti sudah ikutan nangis pang. Emmh, setelah muter-muter keliling kota sekali lagi, akhirnya kami menemukan sebuah tempat makan yang sepi dipojok jalan dekat lampu merah. Kami pun segera berhenti di depan warung makan tersebut di susul oleh mobil benny yang tepat parkir di belakang mobil kami, padahal di belakang mobil kami itu terdapat zebra cross alias tempat penyebrangan. Zainul pun protes kepada Benny untuk segera memindahkan mobilnya ke tempat yang lebih layak.

Singkat cerita, perut kami pun telah terisi dan gue teringat akan isi kantong celana gue yang kosong melompong. Mau minjam duit sama teman gue ini gak enak, utang kemaren-kemaren aja belum gue lunasin semua. Khayalan demi khayalan pun mulai bermunculan dalam pikiran gue, wah bisa-bisa gue di pukulin sama bodyguardnya warung nih, atau di suruh mencuci pakaian dalam sang penjual, atau bisa juga di suruh nari striptis sampai pagi di depan sang penjual, hadeeh. Tiba-tiba semua lamunan itu buyar, ketika datang teman seangkatan kami yang juga kebetulan sangat akrab dengan gue. Jiwa ngutang gue pun muncul (lagi). Beginilah percakapan gue dan dia (sebut saja bunga).



Gue : “bung, elo ada duit gak?”
Bunga : “ada, kenapa emangnya de?”
Gue : “anu nah, gue gak bawa duit eh. Bisa minjamlah?” (masang muka genit)
Bunga : “buat apa de?” (mulai terpancing)
Gue : “buat bayar inilah” (sambil mengerlingkan mata)
Bunga : “ohya, ni nah ambil aja. Sepuluh ribu cukup lah?” (sudah sadar kalau gue ini ternyata cowo dan gak jadi terpancing)
Gue : “iya cukup aja, makasih yoo” (langsung pergi dan membayar kepada sang pemilik warung)


Tak terasa malam pun semakin larut, jam di mobil Angga telah menunjukkan pukul 01.40 (sebenarnya sih baru jam 01.10, jamnya kecepatan 30 menit). Kami pun berniat untuk segera pulang menuju rumah Angga, dan Benny pun telah pulang bersama mobilnya. Di perjalanan kami saling mengobrol tentang dunia malam di Samarinda, hingga Dasty mengusulkan untuk pergi berjalan-jalan dulu mengelilingi kota untuk mencari sesuatu yang ‘asik’. Tanpa pikir panjang lagi, Gue, Angga, dan Zainul pun menyetujui hal itu. Target pertamax : Mencari Bencong di sudut-sudut kota. Gass pool..

to be continued..

Selasa, 25 Mei 2010

SAMARINDA = MAKE A KEKONYOLAN



Ini ada sedikit perkenalan dari kota kami. Samarinda, adalah sebuah kota kecil di pinggiran sungai Mahakam yg terbentang memanjang di pinggiran kota. Terdapat sebuah Masjid Islamic Centre yg di bilang termegah se-Asia Tenggara tepat di pinggir jalan depan sungai. Sebagian masyarakat kecil memanfaatkan tempat ini (baca : tepian) sebagai tempat mengais rezeki, mereka memilih bekerja sebagai pedagang buah, bensin eceran, dan helm. Dulu sih ada penjual telur penyu, tp sekarang sudah mulai punah yg menjual, mungkin di karenakan peminat pembeli sudah jarang sekali. Padahal dulu, waktu saya masih berumur 6 tahun sering sekali membeli itu untuk sarapan pagi. Ya sekarang mau gimana lagi, zaman semakin hari semakin berubah, yang dulunya kota ini sangat sejuk sekarang telah berubah drastis menjadi kota yang sangat sumpek dan panas, kendaraan roda empat dan roda dua sudah mulai memadati seluruh jalan jalan yang ada di kota ini. Yang dulunya sebuah hutan, gunung, ataupun rawa-rawa sekarang telah menjelma menjadi sebuah perkantoran atau perumahan elit. Namanya juga ‘city mom’, pembangunan pasti terjadi di mana mana kan. Meskipun demikian, saya sangat mencintai kota ini.

Sudah 17 tahun saya hidup di kota ini bersama keluarga, sahabat, atau pun pacar. Di kota tepian ini lah kami saling berbagi cuka dan dupa, dan membuat berbagai kekonyolan bersama. Pernah dulu waktu masih jaman-jamannya saya masih SMP (baca : esempe) nekat pergi ke salah satu mall bersama teman-teman dengan masih menggunakan pakaian seragam sekolah lengkap dengan topi-topinya, alhasil di kejar-kejar sama satpam mall sampai kami harus dengan sangat terpaksa bersembunyi di toilet selama 1 jam. Pernah juga dulu waktu saya masih duduk di bangku SD (baca : esde) kelahi dengan teman sendiri, hanya gara gara apa yok, “BEREBUTAN ANGIN DARI KIPAS ANGIN” hadeeh. -.-

Jadi gini ceritanya, waktu itu kami duduk-duduk di masjid sambil menunggu adzan zuhur, saya yang telah berwudhu duduk tepat di bawah kipas angin dan langsung merasakan betapa nikmatnya angin dari kipas angin tersebut. Tapi entah kenapa tiba-tiba laki-laki yang duduk di depan saya ini langsung mundur ke belakang dan menyempit-nyempitin tempat duduk saya. Emosi saya pun naik, dari kepala saya telah tumbuh 2 buah tanduk, gigi taring saya memanjang, mata saya pun menjadi merah, dari pantat saya muncul ekor dan badan saya pun mulai di penuhi dengan bulu-bulu (ini manusia atau kerbau sih, haha). Dengan sangat jantan saya memukul muka laki-laki itu, tepat di bibirnya. Teman-teman kami hanya bisa menyaksikan pertengkaran kami tanpa mau ikut makan nasi campur, eh campur tangan. Begitu juga dengan guru yang melihat pada waktu itu, mereka hanya membiarkan kami untuk terus berkelahi bagaikan dua ekor singa jantan dan betina yang sedang di mabuk asmara. Selang waktu kurang lebih 1 menit kami saling bergelut dan akhirnya kumandang adzan pun tiba, kami pun dengan inisiatif masing-masing menghentikan pertengkaran ini, ku lihat matanya sudah me-merah dan telah mengeluarkan air mata hingga membasahi pipinya. Aku pun terdiam dan hanya bisa menelan ludah.

Keesokan harinya, kami saling meminta maaf atas ‘kecelakaan’ kemaren. Ku lihat dibawah bibirnya membekas memar biru yang begitu mencolok sekali di wajahnya. Pikirku itu akibat dia jatuh saat bersepeda sore dan tanpa sengaja bibirnya mencium batu jalanan. Ternyata bukan, itu bukan akibat mencium batu jalanan ataupun batu jalanan yang mencium bibirnya, tapi itu semua akibat dari perbuatan saya kemaren. Oh no ! Dia benar-benar positif HAMIL saat ini dan janin yang ada di dalam kandungannya itu pun adalah hasil dari perbutan kami berdua.