Kamis, 03 Juni 2010

Pesona Malam Kota Tepian Part II


Dasty yang emang memiliki pengetahuan luas tentang dunia malam di Samarinda tentu sangat membantu dalam hal ini, ia memberi tahu kami tempat-tempat dimana para Bencong itu biasa mangkal. Tujuan pertama yaitu daerah belakang vorvo depan Mall Lembuswana.

Daerah ini emang terkenal dengan “bencong park”, selain karena gelap, tempat ini emang sangat strategis untuk mencari pelanggan. Gue pun teringat akan kejadian beberapa bulan lalu bersama teman gue, Dayat. Pulang dari latihan band kami berbencongan (eh berboncengan) naik motor, niatnya sih gue mau nganter dia ke kosan-nya (biasa anak kos) dan kebetulan kosan-nya berada di sekitaran vorvo alias “bencong park” dan kebetulan lagi jalanan pada waktu itu udah sepi banget alias udah hampir larut malam, tejadilah obrolan singkat antara gue dan bencong, eh Dayat ding.

Gue : “jam berapa ini yat?” (sambil mengendarai motor)
Dayat : “gak tau, bentar dulu gue liat di hape” (sambil gue bencong (eh bonceng))
Gue : (diam sejenak, sesekali mengucik mata)
Dayat : “jam SETENGAH DUA BELAS de” (ngomong dengan lempengnya)
Gue : “oh” (gue gak sadar kalau jam segitu adalah bencong time)
Tak lama kemudian kami telah memasuki daerah vorvo
Dayat : “De’, biasanya jam segini banyak bencong eh di sini” (ngomong dengan lempengnya (lagi))
Gue : “ia kah Yat?” (perasaan gue mulai gak enak)
Selang waktu 4 detik gue ngomong, Dayat berteriak keras kepada gue
Dayat : “ASTAGHFIRULLAH!! ITU NAH DE ADA BENCONG ARAH JAM 3 ! PAKE TANKTOP PUTIH LAGI
(sambil menggoyang-goyangkan badan gue)
Gue : “mana yat? Mana?” (nengok ke kanan kiri sambil mengurangi laju motor)
Dayat : “ITU NAH, ITU NAH DE’ DI DEKAT POHON!!”


Belum sempat gue melihat bencong yang di tunjukkan oleh dayat, tepat di depan pinggir jalan gue melihat sesosok manusia berambut panjang, berbadan kekar, ber-tanktop biru, dan bawahannnya terlihat samar-samar karena gelap. Oh My Goat! Dayat pun berteriak kencang dan menyuruh gue untuk segera ngebut meninggalkan tempat itu. Tapi gue malah terpesona dengan manusia ber-tanktop biru itu, gue langsung turun dan mengajak kenalan tu bencong. Ternyata namanya Tince, kami pun tukaran nomor hape. Ya gak lah! Gila aja!
Alhasil gue langsung ngebut tanpa menghiraukan lubang-lubang di jalan dan segera meninggalkan daerah rawan tersebut. Akhirnya Dayat pun gak jadi pulang karena kami masih sama-sama trauma saat itu, ya gue ajak aja dia nginap di rumah gue. Hadeeh, -.- saat tidur pun kami sama-sama di mimpiin sama tu bencong.

Oke lanjut ke cerita inti.

“Setelah lampu merah ini pelan-pelan aja ngga” ucap Dasty kepada Angga yang sedang asik
menyupir. Anggukan kepala Angga mengisyaratkan setuju dengan ucapan Dasty. Suasana kota Samarinda malam itu terlihat sangat sepi, jarang sekali terlihat kendaraan roda 2 atau roda 4 melintas di sekitaran simpang empat ini, padahal daerah ini sangat ramai sekali dengan kendaran-kendaraan bila siang hari datang. Tak terasa tiba-tiba kami telah berada di daerah rawan tersebut. Mata kami pun sudah mulai mencari-cari keberadaan mereka. Dalam hitungan detik, mata kami telah tertuju pada seorang wanita cantik. Sumpah, ni cwe benar-benar cantik. Dengan memakai celana jeans biru panjang dan baju kaos ketat berwarna kuning sehingga membentuk tubuhnya yang seksoy itu, ia berdiri tepat di samping kiri mobil kami yang sedang melintas pelan. Tapi ada yang aneh dengan wanita itu, kenapa tangan dan kakinya begitu besar layaknya seorang pria, ngapain juga coba wanita tengah malam gini keliaran di pinggir jalan. Pikiran kami pun mulai sedikit berubah ketika dasty mengatakan kalau wanita itu bukan lah wanita utuh, melainkan seorang pria yang berpakaian layaknya wanita. Bagaimana mungkin wanita cantik seperti itu di katakan sebagai bencong. Kami yang masih belum percaya dengan kebenaran itu mulai penasaran ada apa lagi di dalam jalan yang gelap itu. Dengan kesepakatan awal, kami pun menelusuri jalan itu. Lampu dari mobil Angga menerangi ruas-ruas jalan sekitar, hingga lampu menangkap sesosok wanita (lagi) berpakaian serba hitam. Mobil pun mulai semakin mendekati wanita itu, dan ternyata apa? Wajah yang di penuhi oleh make up dan gumpalan kain yang berada di balik pakaian dalamnya itu membuktikan kalau wanita ini adalah wanita imitasi, alias BeNCONG. Tatapan matanya begitu dalam hingga dapat menembus kaca mobil, seolah-olah kami ini adalah sekumpulan pemuda yang siap untuk ia cumbui.

“habis ini, belok kanan ngga” kata dasty. Belum sempat mobil berbelok arah, tepat di belokan itu mata kami di kagetkan oleh beberapa siluman wanita lagi, kali bukan hanya satu melainkan ada sekitar empat sampai lima orang. Ternyata salah satu dari mereka adalah wanita cantik yang ada di depan jalan tadi. Kami kira ia adalah wanita seutuhnya, tapi ternyata itu hanyalah tipuan belaka. Benar apa yang di katakan oleh dasty, hancur sudah hasrat gue untuk menimang dia sebagai pendamping hidup, padahal parasnya begitu cantik tapi apa boleh buat ia hanyalah seorang pria di balut oleh gumpalan kain.

Kami pun mulai meninggalkan daerah itu, tapi Angga yang masih penasaran dengan siluman-siluman wanita tadi, mengajak kami untuk melintas sekali lagi di jalan gelap itu. Mungkin Angga tertarik dengan salah satu dari siluman wanita tadi, gue sih udah menyarankan Angga untuk mencari wanita seutuhnya bukannya wanita imitasi seperti yang kami lihat tadi, tapi Angga tetap bersikeras dengan pendiriannya. Ya apa boleh buat, untuk menyenangkan hati teman, kami ber tiga pun menyetujui rencana itu.

to be continued..

1 komentar: