Minggu, 30 Mei 2010

Pesona Malam Kota Tepian Part I




Malam itu sehabis acara Gelar Seni sekolah kami, kira-kira pukul 23.05 kami baru saja meninggalkan Ruangan Bola atau biasa disebut dengan BallRoom Hotel Senyiur Samarinda. Acara ‘kecil-kecilan’ ini emang rutin tiap tahun diadakan oleh sekolah kami untuk memberikan penghormatan terakhir bagi murid-murid kelas 3 yang telah lulus, dengan mendatangkan artis-artis ternama, sebut saja Donita, Andhika Pratama, Rini Idol, hingga artis yang kata teman-teman gue nih wajahnya mirip gitu deh dengan wajah gue, PETRA SIHOMBING. Hahaha, (tertawa mesum). Gue sih biasa aja di bilangin mirip gitu, soalnya gue udah tau teman-teman gue itu matanya pada katarak semua. Oke, back to topick. Jadi waktu itu gue dan teman-teman gue pada kelaparan dan berencana untuk pergi mencari makan. Dengan menggunakan mobil Angga, kami ber-4 meluncur menelusuri kota Samarinda mencari tempat makan yang pas dengan harga kantong kami. Sebenarnya waktu itu gue gak bawa duit sepeserpun dan berharap salah satu dari teman gue itu ada yang berbaik hati untuk membayarkan. Alhasil setelah muter-muter keliling kota akhirnya kami menemukan tempat makan yang pas, sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan. Tapi apa?? Tapii...., kamu kok selingkuh. Looh!!. Tapi ternyata tempat itu telah di penuhi dengan teman-teman seangkatan kami juga, dengan tampannya gue pun menyarankan untuk mencari tempat makan yang lain. Waktu itu temen gue satunya, Benny membawa mobil sendiri, jadinya ya kita suruh aja dia ngikuti mobil kita, kaya di acara-acara tv itu looh.

Pandala : “Pak pak!! tolong ikutin mobil itu”.
Supir : “Baik non”.
..Sesampainya di suatu CAFE tiiiiit (di sensor)..
Manda : “Wah, ternyata emang bener kan dugaan gue, pak Ibram itu seorang GAY, coba liat tuh, apaan itu ciuman sama cowok, hiiih”
Client : “ iya mbak, saya juga emang udah curiga dari dulu sama Mas Ibram” hiks hiks (sambil nangis di pelukan Manda)”.

#termeletmelet

Kalau orang awam nonton tu acara pasti sudah ikutan nangis pang. Emmh, setelah muter-muter keliling kota sekali lagi, akhirnya kami menemukan sebuah tempat makan yang sepi dipojok jalan dekat lampu merah. Kami pun segera berhenti di depan warung makan tersebut di susul oleh mobil benny yang tepat parkir di belakang mobil kami, padahal di belakang mobil kami itu terdapat zebra cross alias tempat penyebrangan. Zainul pun protes kepada Benny untuk segera memindahkan mobilnya ke tempat yang lebih layak.

Singkat cerita, perut kami pun telah terisi dan gue teringat akan isi kantong celana gue yang kosong melompong. Mau minjam duit sama teman gue ini gak enak, utang kemaren-kemaren aja belum gue lunasin semua. Khayalan demi khayalan pun mulai bermunculan dalam pikiran gue, wah bisa-bisa gue di pukulin sama bodyguardnya warung nih, atau di suruh mencuci pakaian dalam sang penjual, atau bisa juga di suruh nari striptis sampai pagi di depan sang penjual, hadeeh. Tiba-tiba semua lamunan itu buyar, ketika datang teman seangkatan kami yang juga kebetulan sangat akrab dengan gue. Jiwa ngutang gue pun muncul (lagi). Beginilah percakapan gue dan dia (sebut saja bunga).



Gue : “bung, elo ada duit gak?”
Bunga : “ada, kenapa emangnya de?”
Gue : “anu nah, gue gak bawa duit eh. Bisa minjamlah?” (masang muka genit)
Bunga : “buat apa de?” (mulai terpancing)
Gue : “buat bayar inilah” (sambil mengerlingkan mata)
Bunga : “ohya, ni nah ambil aja. Sepuluh ribu cukup lah?” (sudah sadar kalau gue ini ternyata cowo dan gak jadi terpancing)
Gue : “iya cukup aja, makasih yoo” (langsung pergi dan membayar kepada sang pemilik warung)


Tak terasa malam pun semakin larut, jam di mobil Angga telah menunjukkan pukul 01.40 (sebenarnya sih baru jam 01.10, jamnya kecepatan 30 menit). Kami pun berniat untuk segera pulang menuju rumah Angga, dan Benny pun telah pulang bersama mobilnya. Di perjalanan kami saling mengobrol tentang dunia malam di Samarinda, hingga Dasty mengusulkan untuk pergi berjalan-jalan dulu mengelilingi kota untuk mencari sesuatu yang ‘asik’. Tanpa pikir panjang lagi, Gue, Angga, dan Zainul pun menyetujui hal itu. Target pertamax : Mencari Bencong di sudut-sudut kota. Gass pool..

to be continued..

Selasa, 25 Mei 2010

SAMARINDA = MAKE A KEKONYOLAN



Ini ada sedikit perkenalan dari kota kami. Samarinda, adalah sebuah kota kecil di pinggiran sungai Mahakam yg terbentang memanjang di pinggiran kota. Terdapat sebuah Masjid Islamic Centre yg di bilang termegah se-Asia Tenggara tepat di pinggir jalan depan sungai. Sebagian masyarakat kecil memanfaatkan tempat ini (baca : tepian) sebagai tempat mengais rezeki, mereka memilih bekerja sebagai pedagang buah, bensin eceran, dan helm. Dulu sih ada penjual telur penyu, tp sekarang sudah mulai punah yg menjual, mungkin di karenakan peminat pembeli sudah jarang sekali. Padahal dulu, waktu saya masih berumur 6 tahun sering sekali membeli itu untuk sarapan pagi. Ya sekarang mau gimana lagi, zaman semakin hari semakin berubah, yang dulunya kota ini sangat sejuk sekarang telah berubah drastis menjadi kota yang sangat sumpek dan panas, kendaraan roda empat dan roda dua sudah mulai memadati seluruh jalan jalan yang ada di kota ini. Yang dulunya sebuah hutan, gunung, ataupun rawa-rawa sekarang telah menjelma menjadi sebuah perkantoran atau perumahan elit. Namanya juga ‘city mom’, pembangunan pasti terjadi di mana mana kan. Meskipun demikian, saya sangat mencintai kota ini.

Sudah 17 tahun saya hidup di kota ini bersama keluarga, sahabat, atau pun pacar. Di kota tepian ini lah kami saling berbagi cuka dan dupa, dan membuat berbagai kekonyolan bersama. Pernah dulu waktu masih jaman-jamannya saya masih SMP (baca : esempe) nekat pergi ke salah satu mall bersama teman-teman dengan masih menggunakan pakaian seragam sekolah lengkap dengan topi-topinya, alhasil di kejar-kejar sama satpam mall sampai kami harus dengan sangat terpaksa bersembunyi di toilet selama 1 jam. Pernah juga dulu waktu saya masih duduk di bangku SD (baca : esde) kelahi dengan teman sendiri, hanya gara gara apa yok, “BEREBUTAN ANGIN DARI KIPAS ANGIN” hadeeh. -.-

Jadi gini ceritanya, waktu itu kami duduk-duduk di masjid sambil menunggu adzan zuhur, saya yang telah berwudhu duduk tepat di bawah kipas angin dan langsung merasakan betapa nikmatnya angin dari kipas angin tersebut. Tapi entah kenapa tiba-tiba laki-laki yang duduk di depan saya ini langsung mundur ke belakang dan menyempit-nyempitin tempat duduk saya. Emosi saya pun naik, dari kepala saya telah tumbuh 2 buah tanduk, gigi taring saya memanjang, mata saya pun menjadi merah, dari pantat saya muncul ekor dan badan saya pun mulai di penuhi dengan bulu-bulu (ini manusia atau kerbau sih, haha). Dengan sangat jantan saya memukul muka laki-laki itu, tepat di bibirnya. Teman-teman kami hanya bisa menyaksikan pertengkaran kami tanpa mau ikut makan nasi campur, eh campur tangan. Begitu juga dengan guru yang melihat pada waktu itu, mereka hanya membiarkan kami untuk terus berkelahi bagaikan dua ekor singa jantan dan betina yang sedang di mabuk asmara. Selang waktu kurang lebih 1 menit kami saling bergelut dan akhirnya kumandang adzan pun tiba, kami pun dengan inisiatif masing-masing menghentikan pertengkaran ini, ku lihat matanya sudah me-merah dan telah mengeluarkan air mata hingga membasahi pipinya. Aku pun terdiam dan hanya bisa menelan ludah.

Keesokan harinya, kami saling meminta maaf atas ‘kecelakaan’ kemaren. Ku lihat dibawah bibirnya membekas memar biru yang begitu mencolok sekali di wajahnya. Pikirku itu akibat dia jatuh saat bersepeda sore dan tanpa sengaja bibirnya mencium batu jalanan. Ternyata bukan, itu bukan akibat mencium batu jalanan ataupun batu jalanan yang mencium bibirnya, tapi itu semua akibat dari perbuatan saya kemaren. Oh no ! Dia benar-benar positif HAMIL saat ini dan janin yang ada di dalam kandungannya itu pun adalah hasil dari perbutan kami berdua.